UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat
sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. (2) Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2 (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari Daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang
ditetapkan dengan Undang-undang. (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota Negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak
Pasal 3 Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara.
BAB III KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4 (1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5 (1) Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya.
Pasal 6 (1) Presiden ialah orang Indonesia (2) Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak.
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
Pasal 8 Jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.
Pasal 9 Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau
berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut : Sumpah Presiden ( Wakil Presiden ) : "Demi Allah, saya bersumpah akan
memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar dan menjalankan segala Undang-undang dan Peraturannya dengan
seluas-luasnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa." Janji Presiden ( Wakil Presiden ) : "Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar dan menjalankan segala Undang-undang dan Peraturannya dengan seluas-luasnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
Pasal 10
Presiden memegang kekuasan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Pasal 11 Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain.
Pasal 12 Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-undang.
Pasal 13 (1) Presiden mengangkat Duta dan Konsul.
(2) Presiden menerima Duta negara lain.
Pasal 14
Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.
Pasal 15
Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.
BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Pasal 16 (1) Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan Undang-undang.
(2) Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada Pemerintah.
BAB V
KEMENTERIAN NEGARA Pasal 17 (1) Presiden dibantu oleh Menteri-menteri Negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (3) Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan.
BAB VI PEMERINTAH DAERAH
Pasal 18 Pembagian Daerah atas
Daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sidang Pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat
Istimewa. BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19 (1) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan Undang-undang.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
Pasal 20 (1) Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (2) Jika suatu rancangan Undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ,
maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 21 (1) Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan rancangan Undang-undang. (2) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak
disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 22
(1) Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang.
(2) Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikutnya. (3) Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintahan itu harus dicabut.
BAB VIII HAL KEUANGAN
Pasal 23 (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka
Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu. (2) Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-undang. (3) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-undang.
(4) Hal keuangan Negara selanjutnya diatur dengan Undang-undang. (5) Untuk memeriksa tanggung-jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang.
Hal pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. BAB IX KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24 (1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut Undang-undang. (2) Susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman itu diatur dengan Undang-undang.
Pasal 25 Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai Hakim ditetapkan dengan Undang-undang.
BAB X WARGANEGARA
Pasal 26 (1) Yang menjadi
Warganegara ialah orang-orang Bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai Warganegara. (2) Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang-undang.
Pasal 27 (1) Segala Warganegara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum
dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
BAB XI AGAMA
Pasal 29 (1) Negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
BAB XII PERTAHANAN NEGARA
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara (2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan Undang-undang.
BAB XIII PENDIDIKAN
Pasal 31 (1) Tiap-tiap Warganegara berhak mendapat pengajaran (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan
Undang-undang.
Pasal 32
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
BAB XIV KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. (2)
Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 34 Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.
BAB XV
BENDERA DAN BAHASA
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia
BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37 (1) Untuk mengubah Undang-undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat harus hadir. (2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.
ATURAN PERALIHAN
Pasal I Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
mengatur dan menyelenggarakan kepindahan Pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia.
Pasal II Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Pasal III Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia.
Pasal IV Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Pertimbangan
Agung dibentuk menurut Undang-undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional.
ATURAN TAMBAHAN (1) Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam
Undang-undang Dasar ini. (2) Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-undang Dasar.
PENJELASAN TENTANG UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UMUM :
I. Undang-undang Dasar, sebagai dari hukum dasar
Undang-undang dasar suatu Negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu. Undang-undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara,
meskipun tidak tertulis. Memang untuk menyelidiki hukum dasar (droit constitutionnel) suatu Negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-undang Dasarnya (loi constitutinnelle) saja, akan tetapi harus
menyelidiki juga sebagaimana prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund) dari Undang-undang itu. Undang-undang Dasar Negara manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja.
Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-undang Dasar dari suatu negara kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu
dibikin. Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya Undang-undang yang kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar Undang-undang itu.
II. Pokok-pokok pikiran dalam "pembukaan" Apakah pokok-pokok yang terkandung dalam "pembukaan" Undang-undang Dasar. 1. "Negara" begitu bunyinya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Dalam "pembukaan" itu diterima aliran pengertian Negara persatuan. Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa
seluruhnya. Jadi Negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian "pembukaan" itu menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu
dasar Negara yang tidak boleh dilupakan. 2. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. 3. Pokok yang ketiga yang terkandung dalam "pembukaan" ialah Negara yang
berkedaulatan Rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu sistim Negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.
Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. 4. Pokok pikiran yang keempat, yang terkandung dalam "pembukaan" ialah Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab. Oleh karena itu Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan Pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara, untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur.
III. Undang-undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikran yang terkandung dalam "pembukaan"
dalam pasal-pasalnya Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari
Undang-undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar Negara, baik hukum yang tertulis (Undang-undang) maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.
IV. Undang-undang Dasar bersifat singkat dan soepel
Undang-undang Dasar hanya memuat 37 pasal. Pasal-pasal ini hanya memuat peralihan dan tambahan. Maka
rencana ini sangat singkat jika dibandingkan misalnya dengan Undang-undang Dasar Filipina. Maka telah cukup jikalau Undang-undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai
instruksi, kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara Negara untuk menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan Negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya
memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, merubah dan mencabut. Demikianlah sistim Undang-undang Dasar. Kita harus senantiasa ingat kepada dinamik kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia. Masyarakat dan Negara Indonesia tumbuh, jaman berubah, terutama pada jaman revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh
karena itu kita harus hidup secara dinamis, harus melihat segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia. Berhubung dengan itu janganlah tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (Gestaltung), kepada
pikiran-pikiran yang masih mudah berubah. Memang sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh karena itu, makin "soepel" (elastic) sifatnya aturan itu, makin baik. Jadi kita harus menjaga, supaya sistim
Undang-undang Dasar jangan sampai ketinggalan jaman. Jangan sampai kita membikin undang-undang yang lekas usang ("verouderd"). Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidup Negara, semangat para pemimpin
pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara Negara, para Pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-undang Dasar tadi tentu
tidak ada artinya dalam praktek. Sebaliknya meskipun Undang-undang Dasar tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik, Undang-undang Dasar itu tentu tidak akan merintangi jalannya Negara. Jadi
yang paling penting ialah semangat. Maka semangat itu hidup, atau dengan lain perkataan dinamis. Berhubung dengan itu, hanya aturan-aturan pokok saja harus ditetapkan dalam Undang-undang Dasar, sedangkan hal-hal yang perlu untuk
menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan kepada undang-undang.
SISTIM PEMERINTAHAN NEGARA Sistim Pemerintahan Negara yang ditegaskan dalam Undang-undang Dasar ialah : I. Indonesia, ialah Negara yang berdasar atas Hukum (Rechtsstaat) 1. Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
II. Sistim Konstitusionil
2. Pemerintah berdasar atas sistim konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
III.
Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die gesamte Staatsgewalt liegt allein bei der Majelis) 3. Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama "Majelis Permusyawaratan Rakyat", sebagai penjelmaan seluruh Rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des
Willens des Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang-undang dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan Negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden). Majelis
inilah yang memegang kekuasaan Negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada
Majelis. Ia ialah "mandataris" dari Majelis, ia berwajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak "neben" akan tetapi "untergeordnet" kepada Majelis.
IV. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawahnya Majelis
Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan Negara kekuasaan
dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden (consentration of power and responsibility upon the President).
V. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Di sampingnya Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk Undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan
belanja Negara ("Staatsbegroting"). Oleh karena itu Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung
dari pada Dewan
VI. Menteri Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Presiden mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri Negara. Menteri-menteri itu tidak
bertanggung-jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung daripada Presiden. Mereka ialah Pembantu Presiden.
VII. Kekuasaan kepala Negara tidak tak terbatas Meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan "diktator", artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Di atas telah ditegaskan, bahwa ia bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kecuali itu ia harus
memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistim parlementair). Kecuali itu anggauta-anggauta Dewan
Perwakilan Rakyat semuanya merangkap menjadi anggauta Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu Dewan Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh
melanggar haluan Negara yang telah ditetapkan oleh Undang-undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden.
Menteri-menteri negara bukan pegawai tinggi biasa Meskipun
kedudukan Menteri Negara tergantung daripada Presiden, akan tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa oleh karena Menteri-menterilah yang terutama menjalankan kekuasaan Pemerintah (pouvoir executief) dalam praktek.
Sebagai pimpinan Departemen, Menteri mengetahui seluk-beluknya hal-hal yang mengenai lingkungan pekerjaannya. Berhubung dengan itu Menteri mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan politik Negara yang mengenai
Departemennya. Memang yang dimaksudkan ialah, para Menteri itu Pemimpin-pemimpin Negara. Untuk menetapkan politik Pemerintah dan koordinasi dalam pemerintahan Negara para Menteri bekerja bersama, satu sama lain seerat-eratnya di
bawah pimpinan Presiden.
TENTANG PASAL-PASAL Bab I Bentuk dan Kedaulatan Negara
Pasal 1 Menetapkan bentuk Negara Kesatuan dan Republik, mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat. Majelis permusyawaratan Rakyat ialah penyelenggara Negara yang tertinggi. Majelis ini dianggap sebagai penjelmaan Rakyat, yang memegang kedaulatan Negara.
Bab II Majelis Permusyawaratan Rakyat
Pasal 2 Maksudnya ialah, supaya seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis, sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai
penjelmaan rakyat. Yang disebut "golongan-golongan", ialah Badan-badan seperti koperasi Serikat Sekerja dan lain-lain Badan Kolektif. Aturan demikian memang sesuai dengan aliran zaman. Berhubung dengan
anjuran mengadakan sistim koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam Badan-badan ekonomi.
Ayat 2 Badan yang akan besar jumlahnya bersidang sedikit-dikitnya sekali dalam 5 tahun. sedikit-dikitnya, jadi kalau perlu dalam 5 tahun tentu boleh
bersidang lebih dari sekali dengan mengadakan Persidangan istimewa.
Pasal 3
Oleh karena majelis Permusyawaratan Rakyat memegang kedaulatan Negara, maka kekuasaannya tidak terbatas, mengingat dinamik masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan segala
aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang hendaknya dipakai untuk di kemudian hari.
Bab III
Kekuasaan Pemerintahan Negara
Pasal 4 dan pasal 5 ayat 2 Presiden ialah Kepala
kekuasaan executif dalam Negara. Untuk menjalankan undang-undang, ia mempunyai kekuasaan untuk menetapkan peraturan pemerintah ("pouvoir reglementair").
Pasal 5 ayat 1 Kecuali "executive power", Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
menjalankan "leglislative power" dalam Negara.
Pasal-pasal: 6, 7, 8, 9 Telah jelas.
Pasal-pasal: 10, 11, 12, 13, 14, 15 Kekuasaan-kekuasaan Presiden dalam pasal-pasal ini ialah konsekwensi dari kedudkan Presiden sebagai Kepala Negara.
Bab IV Dewan Pertimbangan Agung
Pasal 16 Dewan ini ialah sebuah Council of State yang berwajib memberi pertimbangan-pertimbangan kepada Pemerintah. Ia sebuah Badan Penasehat belaka.
Bab V Kementrian Negara
Pasal 17 Lihat di atas.
Bab VI Pemerintahan Daerah
Pasal 18 I. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu "een heidsstaat", maka
Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat "Staat" juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.
Daerah-daerah itu bersifat autonoom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Di
daerah-daerah yang bersifat autonoom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerahpun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. II. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lk. 250
"Zelfbesturende landschappen" dan Volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat
dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak
asal-usul daerah tersebut.
Bab VII Dewan Perwakilan rakyat
Pasal-pasal: 19, 20, 21 dan 23 Dewan ini harus memberi persetujuannya kepada tiap-tiap rancangan undang-undang
dari Pemerintah. Pun Dewan mempunyai hak inisiatif untuk menetapkan undang-undang. III. Dewan ini mempunyai juga hak begroting pasal 23. Dengan ini, Dewan Perwakilan rakyat mengontrol Pemerintah. Harus diperingati pula bahwa semua anggota Dewan ini merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 22
Pasal ini mengenai "noodverordeningsrecht" Presiden. Aturan sebagai ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan Negara dapat dijamin oleh
Pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa Pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, Pemerintah tidak akan terlepas dari Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu peraturan Pemerintah dalam
pasal ini, yang kekuatannya sama dengan Undang-undang harus disyahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bab VIII
Hal Keuangan
Pasal 23 ayat: 1, 2, 3, 4
Ayat memuat hak Begroting Dewan Perwakilan Rakyat. Cara menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu ukuran bagi sifat pemerintahan Negara. Dalam Negara yang berdasarkan fascisme, anggaran itu semata-mata
ditetapkan oleh Pemerintah. Tetapi dalam Negara demokrasi atau dalam Negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan undang-undang. Artinya dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Betapa caranya Rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus
ditetapkan oleh Rakyat itu sendiri, dengan perantaraan Dewan Perwakilannya. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Pasal 23 menyatakan, bahwa dalam hal menetapkan pendapatan
dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dari pada kedudukan Pemerintah. Ini tanda kedaulatan Rakyat. Oleh karena pendapatan belanja mengenai hak Rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka
segala tindakan yang menempatkan beban kepada Rakyat, sebagai pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Juga tentang hal macam dan harga mata uang
ditetapkan dengan undang-undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya atas masyarakat. Uang terutama ialah alat penukar dan pengukur harga. sebagai alat pengukur untuk memudahkan pertukaran jual beli dalam
masyarakat. Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh Rakyat sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu,
mestilah tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur, oleh karena itu keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang. Berhubung dengan itu kedudukan Bank Indonesia yang akan
mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang.
Ayat 5 Cara Pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, harus sepadan dengan keputusan tersebut. Untuk memeriksa tanggungjawab
Pemerintah itu perlu ada suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah. Suatu badan yang tunduk kepada Pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya badan itu bukanlah pula badan yang
berdiri di atas Pemerintah. Sebab itu kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan dengan undang-undang.
Bab IX Kekuasaan Kehakiman
Pasal 24 dan 25 Kekuasaan Kehakiman
ialah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukannya para hakim.
Bab X Warganegara
Pasal 26 Ayat 1 Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa dan peranakan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia mengakui Indonesia sebagai tanah airnya
dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia, dapat menjadi warganegara.
Ayat 2 Telah jelas.
Pasal 27, 30, 31 ayat 1 Pasal-pasal ini mengenai hak-haknya warganegara.
Pasal 28, 29, ayat 1, 34
Pasal-pasal ini mengenai kedudukan penduduk. Pasal-pasal, baik yang hanya mengenai warganegara maupun yang mengenai seluruh penduduk memuat
hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan Negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan.
Bab XI Agama
Pasal 29 ayat 1 Ayat ini menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Bab XII Pertahanan Negara
Pasal 30 Telah jelas.
Bab XIII Pendidikan
Pasal 31 ayat 2
Telah jelas.
Pasal 32 Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi-daya Rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai
puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan
asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Bab XIV Kesejahteraan Sosial
Pasal 33 Dalam pasal 33
tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala
orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak
ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran
rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 34 Telah cukup jelas, lihat di atas.
Bab XV Bendera dan Bahasa
Pasal 35 Telah jelas.
Pasal 36 Telah jelas. Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh
rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dsb) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh Negara. Bahasa-bahasa itupun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.
Bab XVI Perubahan Undang-Undang Dasar
Pasal 37 Telah jelas.
Quelle: http://www.asiamaya.com/hukum/index_uu.htm
|